Sejarah Al-Qur’an – Kitab suci Al-Qur’an adalah pedoman hidup umat manusia yang menjadi mukjizat Nabi Muhammad SAW.
Sejarah turunnya Al-Qur’an merupakan sebuah perjalanan spiritual yang bermula pada awal abad ke-7 di kota Mekkah, Arab Saudi.
Al-Qur’an sebagai kitab suci bagi umat Islam merupakan wahyu langsung dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara Malaikat Jibril.
Proses panjang turunnya Al-Qur’an sampai terkumpul hingga menjadi kitab suci yang utuh hingga saat ini adalah cerita yang sangat penting bagi umat Muslim.
Sejarah Turunnya Al-Qur’an
Proses turunnya Al-Qur’an dimulai pada tahun 610 Masehi ketika Nabi Muhammad sedang berada di gua Hira.
Di sinilah Jibril pertama kali menampakan diri dan menyampaikan wahyu pertama yang kemudian menjadi awal dari penurunan Al-Quran.
Peristiwa yang dikenal sebagai Nuzulul Quran ini terjadi pada bulan Ramadhan ketika Nabi Muhammad SAW berusia sekitar 40 tahun.
Pada malam kemuliaan atau Lailatul Qadar, Jibril pertama kali menyampaikan wahyu Allah kepada Nabi Muhammad SAW di Gua Hira, dekat kota Mekkah.
Saat itu, Nabi Muhammad merasa terkejut dan takut karena pengalaman yang belum pernah terjadi padanya sebelumnya.
Selama periode 23 tahun, Al-Qur’an terus turun secara berangsur-angsur saat Nabi Muhammad menerima wahyu dari Allah.
Turunnya Al-Qur’an ini biasanya terjadi saat Nabi Muhammad berada dalam kondisi tertentu, baik dalam aktifitas sehari-hari maupun dalam keadaan khusus seperti saat beliau mendapat wahyu saat sedang tidur.
Selama masa turunnya Al-Quran, setelah menerima wahyu dari Jibril, Nabi Muhammad langsung menyampaikan secara lisan kepada para sahabat dan umat Islam lainnya.
Para sahabat menerima wahyu tersebut dengan penuh keyakinan dan bertanggung jawab untuk menghafal dan mencatat Al-Qur’an yang telah turun.
Selain itu, turunnya Al-Qur’an juga sering kali merespon kejadian sejarah dan kondisi sosial yang ada pada masa itu.
Beberapa ayat dalam Al-Qur’an membahas tentang masalah sosial masyarakat Arab pada saat itu, seperti perbudakan, perang, keadilan sosial, dan lain sebagainya.
Pentingnya Kodifikasi Al-Qur’an
Penurunan Al-Qur’an menjadi momen yang sangat penting dalam sejarah Islam karena memperkenalkan wahyu dan tuntunan Allah yang menjadi pedoman hidup bagi umat Muslim.
Al-Qur’an menjadi sumber utama ajaran agama Islam dan pedoman dalam menjalankan ibadah, hukum, moralitas, kehidupan sosial, dan banyak lagi.
Sejak saat itu, penerjemahan Al-Qur’an ke banyak bahasa bertujuan untuk memungkinkan penggunaan dan pemahaman kitab suci yang lebih luas.
Proses penurunan Al-Qur’an ini melibatkan interaksi langsung antara Allah SWT dengan Nabi Muhammad dan memberikan pedoman hidup yang abadi bagi seluruh umat Islam.
Pada masa hidup Nabi Muhammad, Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur dan diajarkan secara lisan kepada umat Islam.
Para sahabat Nabi yang hadir saat turunnya wahyu menjadi saksi langsung dalam menghafal dan mencatat Al-Qur’an tersebut.
Namun, Al-Qur’an masa itu belum terkodifikasi secara keseluruhan dalam bentuk sebuah kitab yang terstruktur.
Sejarah Proses Kodifikasi Al-Qur’an
Setelah wafatnya Nabi Muhammad pada tahun 632 M, terjadi periode transisi yang panjang dalam sejarah Al-Quran.
Umat Islam menyadari pentingnya mengumpulkan dan menyimpan Al-Qur’an dalam bentuk tertulis agar tidak ada keraguan atau perubahan yang terjadi pada ajaran Islam. Inilah awal dari proses kodifikasi Al-Quran.
Pengumpulan dan pengklasifikasian ayat-ayat Al-Qur’an ini familiar dengan sebutan kodifikasi Al-Quran. Selanjutnya, Al-Qur’an dituliskan dalam bentuk mushaf oleh para sahabat.
Proses kodifikasi Al-Qur’an adalah upaya untuk mengumpulkan dan menyusun teks Al-Qur’an menjadi satu buku yang teratur dan seragam.
Ini adalah proses penting dalam sejarah Islam yang terjadi setelah turunnya wahyu-wahyu Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW.
Salah satu faktor yang mendorong proses kodifikasi adalah terjadinya perang yang melibatkan para sahabat Nabi dan juga sejumlah hafiz Al-Quran.
Saat pertempuran ini menyebabkan gugurnya banyak hafiz Al-Quran, maka para ahli Al-Qur’an mulai khawatir dengan keberlangsungan firman-firman Allah.
Baca Juga: Keistimewaan Al-Qur’an dalam Bulan Ramadhan
Pada masa pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan (tahun 644-656 M), terjadi keputusan untuk menyusun Al-Qur’an dalam satu naskah yang seragam.
Khalifah Utsman membentuk sebuah komite dengan menunjuk Zaid bin Tsabit sebagai ketua, salah satu sahabat Nabi yang ahli dalam menulis Al-Quran.
Komite ini bertugas mengumpulkan salinan-salinan Al-Qur’an yang tersebar dan membandingkannya dengan hafalan para sahabat yang masih hidup.
Setelah proses perbandingan dan verifikasi, naskah Al-Qur’an yang telah terkumpul kemudian dijaga dan penyebaran ke seluruh wilayah kekhalifahan.
Penggunaan naskah yang seragam ini membantu dalam menjaga konsistensi bacaan dan menghindari perbedaan yang mungkin terjadi dalam penafsiran teks Al-Quran.
Manfaat Kodifikasi Al-Qur’an
Pengumpulan dan penyusunan naskah Al-Qur’an membantu dalam menyebarkan ajaran Islam ke berbagai wilayah dan memastikan integritas serta keaslian teks Al-Quran.
Proses kodifikasi menjadi dasar bagi pengembangan ilmu Al-Qur’an dan ilmu tafsir, serta menjadi pedoman dalam praktik ibadah dan hukum Islam.
Pada era modern, Al-Qur’an tercetak dalam berbagai format dan edisi yang berbeda, tetapi teksnya tetap terjaga untuk seluruh umat Muslim di seluruh dunia.
Terlepas dari variasi terjemahan dan interpretasi, teks Al-Qur’an tetap menjadi kitab suci yang menjadi panduan bagi jutaan umat Muslim dalam menjalani kehidupan mereka.
Proses kodifikasi Al-Qur’an membantu dalam menjaga keseragaman dan keaslian ajaran Al-Qur’an serta melestarikan pengetahuan tentang kandungan Al-Qur’an bagi generasi mendatang.
Penutup
Proses turunnya Al-Qur’an sampai kodifikasi utuh menjadi kitab yang kini ada dalam setiap rumah umat muslim adalah sejarah panjang perjalanan Islam.
Sebagai nabi terakhir yang bertugas di dunia, Rasulullah meninggalkan wasiat pedoman hidup berupa kitab suci Al-Qur’an.
Melalui kodifikasi, Al-Qur’an tetap menjadi pedoman hidup yang utuh dan abadi bagi seluruh umat Muslim.
Penulis memulai aktivitas kuli kata dengan aktif mengirim tulisan ke Harian Analisa Medan untuk rubrik Opini dan Mimbar Islam sedari 2012. Perkenalan dengan SEO dimulai sejak bergabung dengan portal berita online Mengerti.id pada Januari 2023. Saat ini berkhidmat untuk Mitralogistics sebagai SEO Content Writer.